oleh

Menjelang Rilis Data Inflasi AS, Emas Tetap Tertekan di Area Bearish

-Uncategorized-20 Dilihat

Harga emas global masih berada di bawah tekanan pada Kamis (23/10), setelah dua hari sebelumnya mengalami koreksi tajam. Logam mulia ini sempat diperdagangkan di sekitar level $4.092 per troy ounce, turun lebih dari 1,5% dibanding sesi sebelumnya, usai mencatat penurunan lebih dari 5% pada Selasa penurunan harian terbesar dalam lima tahun terakhir. Kondisi tersebut menandakan bahwa pelaku pasar tengah bersiap menghadapi rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang menjadi fokus utama minggu ini.

Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, penurunan tajam emas mencerminkan aksi penyesuaian posisi pasar menjelang publikasi laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS. “Secara teknikal, kombinasi antara pola candlestick dan indikator Moving Average (MA) masih menunjukkan kecenderungan bearish pada pasangan XAU/USD,” jelas Andy.

Ia menambahkan bahwa jika tekanan jual terus berlanjut, harga emas berpeluang turun lebih dalam menuju area $4.007. Namun, jika terjadi koreksi teknikal, potensi rebound terdekat bisa muncul di kisaran $4.156.

Dari sisi fundamental, pergerakan emas masih dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi global. Laporan terbaru menyebutkan bahwa Gedung Putih sedang mempertimbangkan pembatasan ekspor teknologi baru ke Tiongkok, langkah yang dikhawatirkan dapat memperburuk ketegangan antara Washington dan Beijing. “Meski kebijakan ini menambah ketidakpastian di sektor perdagangan global, khususnya teknologi, dampaknya terhadap harga emas belum signifikan karena fokus investor tetap tertuju pada inflasi dan arah kebijakan suku bunga The Fed,” ujar Andy.

Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) melemah tipis 0,13% ke level 98,84, belum cukup kuat untuk mendukung kenaikan harga emas. Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun turun ke 3,951%, sedangkan imbal hasil riil berada di 1,671%. Pergerakan ini menandakan bahwa sebagian investor mulai memperkirakan adanya penurunan suku bunga yang mungkin dilakukan oleh Federal Reserve (Fed) menjelang akhir 2025. Pasar kini menilai peluang sebesar 98% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin pada dua pertemuan terakhir tahun ini, disertai potensi pemangkasan tambahan sekitar 100 basis poin di tahun 2026.

Meski tengah menghadapi tekanan jangka pendek, secara year-to-date (YTD) emas masih mencatat kenaikan lebih dari 54%. Hal ini menunjukkan bahwa logam mulia tersebut tetap menjadi aset lindung nilai yang diminati di tengah ketidakpastian ekonomi global serta risiko perlambatan ekonomi AS.

Lebih lanjut, Andy Nugraha menyoroti bahwa fokus pelaku pasar saat ini tertuju pada data IHK AS bulan September dan laporan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Global S&P untuk Oktober yang akan dirilis Jumat mendatang. “Jika inflasi menunjukkan perlambatan, harga emas berpotensi kembali menembus area psikologis $4.100. Namun bila inflasi justru lebih tinggi dari ekspektasi, tekanan bearish bisa mendorong harga turun hingga menembus support $4.000,” ujarnya.

Andy menegaskan, arah pergerakan emas hari ini cenderung masih berada pada fase konsolidasi bearish dengan volatilitas tinggi menjelang rilis data ekonomi penting dari Amerika Serikat.

\ Get the latest news /

Artikel ini juga tayang di VRITIMES