oleh

Mendorong Paradigma Sadar Risiko dan Inovasi Pengurangan Bahaya untuk Indonesia 2045

-Uncategorized-20 Dilihat

Risiko adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan pembangunan. Namun, kesadaran masyarakat Indonesia dalam memahami serta mengantisipasi risiko masih perlu diperkuat. Inilah yang melatarbelakangi Tirto.id bersama Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) menyelenggarakan Diskusi Publik bertema “Sadar Risiko dalam Perspektif Inovasi dan Pembangunan” yang digelar di Ashley Wahid Hasyim, Jakarta, pada Rabu (5/11/2025).

Jakarta – Risiko adalah bagian tak
terpisahkan dari kehidupan dan pembangunan. Namun, kesadaran masyarakat
Indonesia dalam memahami serta mengantisipasi risiko masih perlu diperkuat.
Inilah yang melatarbelakangi Tirto.id bersama Masyarakat Sadar Risiko Indonesia
(MASINDO) menyelenggarakan Diskusi Publik bertema “Sadar Risiko dalam
Perspektif Inovasi dan Pembangunan” yang digelar di Ashley Wahid Hasyim,
Jakarta, pada Rabu (5/11/2025).

Kegiatan ini merupakan bagian
dari rangkaian Road to Hari Sadar Risiko Nasional 2025, yang akan diperingati
pada 15 Desember 2025, dan diharapkan menjadi momentum memperkuat sinergi
lintas sektor dalam membangun budaya sadar risiko di Indonesia.

Dalam sambutannya, Ketua
MASINDO, Dimas Syailendra Ranadireksa, menyoroti urgensi perubahan pola pikir
masyarakat dari sikap “bagaimana nanti” menjadi “nanti bagaimana”—dari pasif
menjadi antisipatif terhadap risiko.

Menurut Dimas, pendekatan
pengurangan risiko kini menjadi elemen penting di berbagai sektor. Kita
melihatnya pada keselamatan transportasi, keamanan digital, mitigasi dampak
perubahan iklim, hingga pengelolaan pangan dan penyakit tidak menular.

“Kalau di transportasi kita
pakai helm dan sabuk pengaman, di kesehatan kita punya makanan rendah gula
untuk mencegah diabetes, dan di ruang digital kita semakin sadar soal proteksi
data. Semua itu contoh sederhana pendekatan pengurangan risiko dalam kehidupan
sehari-hari,” tambahnya.

Di dalam konteks kesehatan
publik, Dimas menjelaskan bahwa strategi serupa juga mulai digunakan dalam isu
penggunaan produk tembakau, seiring upaya menurunkan prevalensi merokok global.

“Untuk perokok dewasa yang
belum bisa berhenti sepenuhnya, pendekatan pengurangan bahaya yakni dengan
beralih dari rokok ke produk tembakau alternatif yang tidak melalui proses
pembakaran, seperti rokok elektronik dan produk tembakau dipanaskan, dapat menjadi
salah satu opsi transisi yang secara ilmiah terbukti dapat mengurangi faktor
risiko kesehatan. Ini bukan menggantikan upaya berhenti merokok, tapi bagian
dari strategi bertahap agar risiko kesehatan dapat ditekan secara lebih
realistis,” jelasnya.

Menurut Dimas, diskursus
tentang harm reduction perlu terus
dibingkai dalam konteks kesehatan publik dan tata kelola berbasis data, agar
kebijakan tetap melindungi masyarakat sekaligus memberi ruang pada pendekatan
ilmiah.

“Di dalam konteks kolaborasi,
di dalam konteks sadar risiko, bagaimana kita membangun regulasi itu harus
berbasis scientific evidence. Jadi
lembaga kesehatan boleh berbeda pendapat, tapi letakkan permasalahannya di atas
meja, kaji bersama, undang pentahelix atau hexahelix untuk mengukur apakah ini berisiko apa enggak,” tutur
Dimas.

Kegiatan ini menghadirkan
panelis dari berbagai lembaga, yakni Prakosa Grahayudiandono, Direktur Sistem
dan Manajemen Risiko, Bappenas; Dr. Nurma Midayanti, Direktur Statistik
Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS); serta Dimas Syailendra Ranadireksa,
Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO).

Dalam paparannya, Prakosa
menegaskan pentingnya penerapan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023. Pendekatan ini
diharapkan dapat menjadikan kebijakan pembangunan lebih adaptif terhadap
ketidakpastian global dan tantangan lintas sektor.

“Tapi bisa jadi dengan
kondisi keuangan, kompleksitas masyarakatnya, kemajemukan dan segala macam, itu
kemudian bisa di-adjust sedemikian
rupa, sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” kata Prakosa.

Peran data statistik juga
menjadi perhatian dalam forum ini. Dr. Nurma Midayanti menyoroti pentingnya
pemetaan risiko sosial-ekonomi berbasis data yang akurat untuk mendukung
kebijakan publik yang responsif terhadap dinamika di lapangan.

“Tanpa data yang kredibel,
sulit bagi masyarakat memahami arah pembangunan. Sulit juga untuk pemerintah
melegitimasi apa kebijakannya. Jadi untuk itulah, ayo kita bersama-sama sekali
lagi untuk membangun literasi data sendiri,” ujar Dr. Nurma.

Melalui kegiatan ini,
Tirto.id dan MASINDO berharap masyarakat semakin memahami bahwa kesadaran akan
risiko bukan hanya soal mitigasi bencana, tetapi juga mencakup seluruh aspek
kehidupan—mulai dari ekonomi, kesehatan, sosial, hingga gaya hidup.

“Risiko itu nyata, seringkali
muncul di luar kendali kita, tapi sistemnya juga harus kita jaga. Dan yang
paling penting, mudah-mudahan dari diskusi hari ini bisa menghasilkan sebuah
parameter baru dalam membuat perencanaan kebijakan ke depan. Jadi harapannya,
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, baik itu yang lingkup lebih kecil
hingga yang sifatnya masif, juga bisa mempertimbangkan risiko harapannya,”
tutur Pemimpin Redaksi Tirto.id, Rachmadin Ismail, dalam
pidato pembukaannya.

Diskusi publik ini juga diharapkan mendorong
kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat
sipil, dan media—untuk memperluas budaya sadar risiko nasional, terutama menuju
Visi Indonesia Emas 2045.

\ Get the latest news /

Artikel ini juga tayang di VRITIMES