oleh

Friendflation: Ketika Pertemanan Jadi Tekanan Finansial

-Uncategorized-25 Dilihat

Di era digital, pertemanan tidak hanya diukur dari seberapa sering bertemu atau seberapa dekat ikatan emosional, melainkan juga dari seberapa aktif ikut serta dalam berbagai kegiatan sosial. 

Nongkrong di kafe baru yang sedang tren, menghadiri konser artis internasional, atau liburan singkat ke Bali bersama geng kampus, sering kali dianggap sebagai “bukti nyata” kedekatan. Namun di balik keseruan itu, muncul fenomena baru yang diam-diam menggerus dompet: friendflation.

Friendflation adalah istilah gabungan dari friend (teman) dan inflation (inflasi), yang menggambarkan tekanan finansial akibat biaya tinggi untuk mempertahankan lingkaran sosial. Konsep ini semakin populer di kalangan milenial dan Gen Z, dua generasi yang paling aktif bersosialisasi dan terekspos pada budaya FOMO (fear of missing out).

Mengapa Friendflation Terjadi?

Fenomena ini muncul dari kombinasi kebutuhan sosial dan realitas ekonomi. Di satu sisi, pertemanan menjadi bagian penting dari identitas diri dan kebahagiaan. Namun di sisi lain, biaya untuk “tetap eksis” bersama teman terus meningkat. Beberapa faktor utama pemicunya antara lain:

1. Aktivitas sosial mahal

Makan malam di restoran mewah, nongkrong di kafe populer, atau membeli tiket konser internasional kini bukan hal asing. Sayangnya, harga aktivitas ini sering melampaui kemampuan sebagian anggota kelompok.

2. Perjalanan dan liburan bersama

Generasi muda gemar melakukan short trip atau liburan singkat, baik ke luar kota maupun luar negeri. Meskipun terlihat menyenangkan, biaya transportasi, akomodasi, hingga belanja selama perjalanan bisa sangat besar.

3. Tuntutan acara sosial

Undangan pernikahan, baby shower, atau pesta ulang tahun teman menimbulkan kewajiban memberikan hadiah. Tekanan muncul ketika standar hadiah atau “amplop” dalam lingkaran pertemanan terasa terlalu tinggi.

4. Tekanan media sosial

Instagram, TikTok, dan platform lainnya menjadi panggung utama untuk menampilkan momen kebersamaan. Ketika teman mengunggah gaya hidup glamor, ada dorongan untuk ikut serta demi tidak terlihat “berbeda” atau tertinggal.

Singkatnya, friendflation terjadi ketika pengeluaran untuk menjaga hubungan sosial tidak lagi sejalan dengan kondisi finansial pribadi.

Misalnya ada seorang karyawan muda bernama Dina, 27 tahun. Dina memiliki geng pertemanan yang sangat kompak sejak kuliah. Setiap bulan, mereka punya agenda nongkrong di kafe baru. Selain itu, dalam setahun setidaknya dua kali mereka merencanakan liburan bersama ke luar negeri.

Masalah muncul ketika gaya hidup kelompok ini tidak sejalan dengan penghasilan Dina. Gaji bulanannya pas-pasan, sementara tabungan daruratnya belum stabil. Namun, demi menjaga keakraban, Dina tetap ikut semua agenda. Hasilnya, kartu kredit menumpuk, tabungan hampir habis, dan rasa cemas muncul setiap kali ada rencana baru.

Kasus Dina bukan hal langka. Survei internasional bahkan menunjukkan lebih dari 30% milenial mengaku pernah berutang hanya demi mengikuti aktivitas sosial bersama teman. Tekanan seperti ini membuat friendflation bukan sekadar istilah tren, melainkan persoalan nyata yang memengaruhi kesehatan finansial dan mental.

Dampak Friendflation

Jika dibiarkan, friendflation bisa membawa dampak serius, seperti:

1. Keuangan tidak sehat: tabungan menipis, utang meningkat, dan sulit menyiapkan dana darurat.

2. Stres dan kecemasan: tekanan mengikuti gaya hidup teman bisa memengaruhi kesehatan mental.

3. Hubungan retak: perbedaan finansial yang tak dikelola bisa menimbulkan rasa iri, minder, atau konflik dalam pertemanan.

Strategi Menghadapi Friendflation

Fenomena ini memang sulit dihindari, tapi bukan berarti tidak bisa dikendalikan. Beberapa langkah berikut bisa membantu menjaga keseimbangan:

1. Tetapkan prioritas finansial

Pisahkan kebutuhan utama (tabungan, cicilan, dana darurat) dari alokasi untuk hiburan sosial. Jika bujet hiburan habis, jangan memaksakan diri.

2. Komunikasi jujur dengan teman

Terkadang, keberanian untuk berkata “tidak” lebih bernilai daripada mengikuti semua kegiatan. Teman sejati akan memahami keterbatasan finansial.

3. Cari alternatif murah tapi seru

Kumpul di rumah dengan potluck, piknik di taman, atau nobar film bisa jadi pilihan hemat tanpa mengurangi kebersamaan.

4. Kurangi tekanan media sosial

Ingat bahwa apa yang terlihat di Instagram hanyalah “highlight reel”, bukan realitas penuh. Membandingkan diri dengan standar dunia maya hanya akan menambah tekanan.

5. Gunakan teknologi untuk mengatur keuangan

Aplikasi pencatat keuangan, investasi mikro, hingga instrumen tabungan otomatis bisa membantu menjaga arus kas tetap sehat dan upgrade cara menabung di bank. Kamu juga bisa memilih berbagai instrumen keuangan online mulai dari tabungan biasa, tabungan berjangka, hingga deposito. 

Friendflation adalah gambaran nyata bahwa pertemanan bisa menjadi sumber kebahagiaan sekaligus tekanan finansial. Menjaga hubungan sosial memang penting, tetapi tidak seharusnya mengorbankan kestabilan keuangan pribadi.

Belajar dari kasus Dina, keseimbangan antara kehidupan sosial dan finansial bisa dicapai dengan menetapkan batas, memilih aktivitas secara selektif, serta jujur pada diri sendiri. Dengan begitu, pertemanan tetap hangat, dan dompet pun tetap sehat.

Bank Neo Commerce melalui aplikasi neobank menghadirkan Tabungan NOW, yang dirancang untuk membantu keuanganmu tetap sehat dengan meningkatkan cara menabung di bank. Nikmati bunga tabungan yang cair tiap hari. Keunggulan lain dari Tabungan NOW adalah bunga kompetitif sebesar 4,25% per tahun.

Download aplikasi neobank di PlayStore atau App Store dan buka Tabungan NOW sekarang. 

Untuk info lebih lanjut dan terbaru tentang Tabungan NOW, klik link Tabungan NOW.

***

PT Bank Neo Commerce Tbk berizin dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Bank Indonesia (BI), serta merupakan bank peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

\ Get the latest news /

Artikel ini juga tayang di VRITIMES