oleh

Damai di Bawah Tekanan : Wartawan Dipukul, Penambang Ilegal Aman ?

Rakyatmardeka.com | Sambas, Kalimantan Barat – Satu kasus pemukulan terhadap wartawan kembali mengguncang dunia pers di Kalimantan Barat.

Yanduri, seorang jurnalis lokal, menjadi korban kekerasan oleh kelompok penambang emas ilegal (PETI) di Dusun Sungai Tengah, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas.

Kasus ini sempat dilaporkan ke pihak berwenang, namun berakhir dengan “damai kekeluargaan” yang belakangan terungkap disertai tekanan dan suap.

Dalam laporan resmi Nomor: TBL/02/IV/2025/SPKT/POLSEK SAJINGAN BESAR/POLRES SAMBAS/POLDA KALIMANTAN BARAT, Yanduri melaporkan pemukulan yang dialaminya pada 28 April 2025. Namun kasus ini kemudian dipindahkan ke Polsek Paloh.

Pada 9 Juli 2025, Yanduri menyatakan telah “berdamai” dengan pelaku setelah menerima uang Rp2 juta yang diduga berasal dari cukong tambang emas ilegal berinisial ML.

“Bukan kemauan saya sepenuhnya. Ada tekanan. Bahkan ada ancaman,” ujar Yanduri saat dimintai konfirmasi.

Ia juga mengungkap bahwa motif utama pemukulan ini berkaitan langsung dengan aktivitas jurnalistiknya dalam meliput praktik penambangan emas ilegal di kawasan konservasi.

Perdamaian yang dipaksakan ini mencederai amanat Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang secara tegas melarang tindakan kekerasan, intimidasi, dan penghalangan kerja jurnalistik.

Wakil Ketua Detasemen Lidik Krimsus Republik Indonesia Dewan Pimpinan Provinsi Kalimantan Barat, Rabudin, menilai kasus ini tidak boleh dianggap selesai hanya karena ada perdamaian.(11/7)

“Faktanya, kegiatan tambang ilegal di Sungai Tengah masih berjalan. Bahkan para pelaku merasa kebal hukum. Ini pelanggaran berat terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta berpotensi melibatkan penyalahgunaan BBM subsidi jenis solar yang biasa digunakan untuk mesin dompeng, melanggar Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Migas,” ujar Rabudin.

Selain itu, transaksi “uang damai” yang diberikan oleh pihak tambang kepada korban dapat dikategorikan sebagai bagian dari skema pencucian uang dan penghilangan potensi pajak negara, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Hingga saat ini, aktivitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) di kawasan Sungai Tengah tetap berjalan tanpa hambatan.

Aparat penegak hukum dinilai lalai dan belum menunjukkan sikap tegas. Padahal dampaknya terhadap ekosistem sangat besar : pencemaran air, kerusakan habitat, hingga risiko longsor dan hilangnya sumber air bersih bagi warga.

Kasus ini bukan hanya tentang kekerasan terhadap jurnalis. Ini tentang ekosistem hukum yang dikooptasi oleh cukong tambang ilegal, kebebasan pers yang diinjak-injak, dan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan yang sistematis.

Kapolda Kalbar untuk mengambil alih penanganan kasus dan membuka kembali proses hukum pemukulan terhadap jurnalis Yanduri.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan investigasi lapangan terhadap aktivitas PETI di Sungai Tengah.

Kejaksaan dan PPATK untuk menyelidiki aliran dana dan dugaan praktik pencucian uang dalam aktivitas tambang ilegal tersebut.

Komnas HAM dan Dewan Pers untuk memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi jurnalis yang mendapat intimidasi saat menjalankan tugas.

Demi pemberitaan yang berimbang, redaksi kami juga membuka ruang klarifikasi bagi para pihak terkait, termasuk aparat kepolisian, pemerintah daerah, maupun pihak yang disebut dalam laporan ini.

Sumber : Rabudin.

Jurnalis : Jono

\ Get the latest news /

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *