Rakyat Mardeka.com,Maros –Kepala Kelurahan Taroada, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros,Sulawesi selatan, nekat memblokir nomor wartawan tanpa alasan sah. Aksi sepihak ini bukan sekadar tindakan tidak sopan, tapi bentuk nyata penghalangan kerja pers dan dugaan pelanggaran hukum.
Sikap Lurah Taroada mencerminkan mental pengecut: dibayar dari uang rakyat, tapi lari saat diminta transparansi. Wartawan yang mencoba mengonfirmasi penggunaan anggaran Kelurahan justru dibungkam melalui pemblokiran kontak.
Tindakan tersebut diduga melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebut:
“Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja jurnalistik dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Selain itu, sikap tertutup Lurah Taroada bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak publik untuk mengetahui informasi dari badan pemerintah.
Sebagai pejabat publik, menutup jalur komunikasi dengan media berarti memutus hubungan dengan rakyat. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap jabatan dan konstitusi. Moral publik diinjak, etika jabatan dicampakkan.
Lurah Taroada bukan hanya melanggar hukum, tapi merusak fondasi demokrasi. Kepala Lurah yang takut dikonfirmasi bukan pemimpin, tapi pelayan publik yang gagal. Jika tidak siap dikritik dan diawasi, maka seharusnya mundur, bukan bersembunyi di balik tombol blokir.
Pejabat seperti ini bukan hanya harus ditegur, tapi wajib diperiksa. Hukum tak boleh tumpul terhadap penguasa desa.
Rakyat tidak butuh pemimpin yang lari, rakyat butuh kejujuran dan keberanian.
Komentar